TEORI KERJA KELOMPOK EFEKTIF ANTARBUDAYA



-John Oetzel
“Pemberdayaan budaya diantara anggota – anggota kebangsaan, etnik, bahasa, gender, jabatan, usia, kelemahan dan lainnya, penting bagi kegunaan kelompok. Perbedaan budaya yang paling penting dibagi dalam tiga kelompok; (1) individualisme (2)kehendak diri dan (3) urusan rupa.”. (Littlejohn dan Foss, 2009: 335)

(1)   Individualisme kolektivisme : Budaya individualis cenderung lebih memikirkan tujuan diri sendiri daripada tujuan kelompok, sedangkan budaya kolektivis cenderung berpikir sebagai bagian dari komunitas.
(2)   Kehendak diri: Bagaimana anggota memikirkan diri sendiri, yaitu bebas dan ketergantungan. Budaya individualis lebih cenderung bebas, yaitu melihat diri sendiri sebagai pribadi yang unik,  sedangkan budaya kolektivis cenderung ketergantungan, atau lebih memikirkan hubungan dengan orang lain.
(3)   Urusan Rupa : Perbedaan dalam bagaimana anggota mengatur kesan pribadi. Rupa diri adalah kesan seseorang, rupa lain melibatkan kesan orang lain dan rupa bersama mencakup hubungan antara diri sendiri dan orang lain.



Semakin heterogen suatu kelompok, maka akan semakin sulit untuk berkomunikasi secara efektif dalam hal (1) partisipasi setara (2) mufakat berdasarkan pengambilan keputusan (3) manajemen konflik yang tidak mendominasi (4) komunikasi dengan penuh hormat.

Budaya campuran dalam keragaman kelompok akan mempengaruhi proses komunikasinya dalam beberapa cara: pertama, jika sebuah kelompok berorientasi independen atau individualistis, cenderung akan menggunakan strategi dominasi konflik, tetapi jika orientasinya kolektif/ ketergantungan, cenderung akan menggunakan strategi kolaborasi konflik.  Anggota kelompok yang lebih individualistis cenderung akan lebih mengambil alih dalam pembicaraan, sementara anggota kelompok kolektif/ saling ketergantungan akan lebih memilih untuk menjalankan partisipasi setara diantara anggota. Dan akhirnya, saat anggota kelompok lebih memilih menggunakan rupa lain atau rupa bersama, mereka akan melakukan penggabungan keduanya.

Contoh budaya kolektivisme yang kental dapat terlihat pada kerusuhan supporter bola di Indonesia. Salah satu “biang” kerusuhan supporter  bola adalah pendukung dari Persib Bandung (Viking). Tujuannya adalah untuk menunjukkan siapa yang paling kuat antara kedua pihak. Mengapa viking sering melakukan tindakan anarkis dan berakhir dengan kerusuhan? Alasan yang sering muncul adalah karena ketidakpuasan jika tim mereka kalah, terutama ketika  dikalahkan di kota mereka sendiri. Apalagi, jika mereka kalah oleh musuh abadi mereka. Alasan lain adalah loyalitas sebagai pendukung, wasit yang tidak adil, dan kebencian di antara kelompok-kelompok suporter. Kesemuanya ini tumbuh dalam benak supporter persib karena rasa kolektivisme yang terlalu kuat.
0 Responses