Behaving and Communicating : A Reply to Motley - by Bavelas


“Where an individual is looking is an important indicator of his social accessibility... Whether or not a person is willing to have his eye "caught"... is one of the principal signals by which people indicate to each other their willingness to begin an encounter” (Kendon, 1967)

Bavelas merespon teori ini dengan mengatakan, “we look not just to see but to be seen looking” (kita melihat bukan hanya untuk melihat, tetapi juga ingin dilihat). Jadi, keinginan seseorang untuk berkomunikasi bisa kita lihat dari cara ia memandang. Bila ia memandang langsung ke mata orang lain, maka bisa dikatakan ia ingin berkomunikasi. Namun jika seseorang memandang lurus atau dengan tatapan kosong, bisa dikatakan ia menunjukkan bahwa ia sedang tidak ingin berkomunikasi.

Teori ini saya rasa penting karena dengan teori ini kita akan memahami keinginan orang lain (apakah ia ingin berkomunikasi atau tidak). Dengan lebih mengerti tanda – tandanya, kita akan mengerti bagaimana cara menghadapi seseorang, termasuk cara membuka pembicaraan. Karena tentunya, cara menghadapi orang akan berbeda-beda. Jika kita fokus memperhatikan tanda – tanda yang ditunjukkan oleh lawan bicara, maka kita akan tahu saat yang tepat untuk memulai komunikasi.


Tidak hanya itu, menurut saya, teori ini juga dapat kita gunakan untuk melihat kesediaan ataupun kejujuran seseorang. Saat seseorang merasa senang, ia tidak akan berkeberatan untuk melihat secara langsung ke mata lawan bicara. Begitu juga halnya saat seseorang berkata bohong. Karena seseorang yang merasa tidak nyaman ataupun berbohong akan cenderung menghindari tatapan mata orang lain.

Aplikasi dari teori ini dapat saya contohkan dengan kasus video porno artis yang melibatkan Cut Tari. Sebelum ia terlibat masalah, ia selalu ramah dalam menghadapi kamera dan wartawan. Senyum terkembang dan tatapannya langsung ke kamera. Namun setelah pembicaraan tentang dirinya semakin berkembang di masyarakat, Cut Tari tidak lagi terlihat nyaman saat direkam dengan kamera. Mungkin karena ia merasa malu dan merasa bahwa satu kamera dapat mewakili ribuan mata penonton. Saat diwawancara, Cut Tari lebih banyak diam dan cenderung menghindar melihat langsung ke kamera. Bahasa tubuhnya juga memperlihatkan rasa malu dengan lebih banyak menunduk dan bersembunyi dibalik badan suaminya.

Intinya, dengan mendalami teori ini, kita akan lebih terbantu untuk memahami orang lain dalam konteks komunikasi.
0 Responses